Minggu, 07 Juni 2020

EMHA AINUN NADJIB, LOCKDOWN 309 TAHUN : PELIPUR DI TENGAH PAGEBLUG

Begini enaknya jadi jamaah Maiyah. Di tengah masa PSBB akibat pandemic Covid-19 kita semua masih ditemani dan dihibur dengan buku yang ditulis Mbah Nun dengan judul “Lockdown 309 Tahun”. Buku ini diluncurkan di tengah masa karantina guna mencegah penyebaran virus yang sangat cepat. Masa inkubasinya pun terbilang singkat, hanya sekitar 14 hari saja. Dan Indonesia pun sedang menunggu kebenaran berbagai macam perhitungan matematis yang meramalkan penyebaran serangan Covid-19 ini. Buku ini terbit ketika orang-orang di Indonesia berdebar-debar menanti apakah benar kalau nantinya jumlah korban akan mencapai 20.000 jiwa atau 80.000 jiwa? Apakah benar kalau akhir April’20 adalah puncak penyebaran pandemic di Indonesia? Ataukah Juni? Atau bahkan September?


Pada akhirnya manusia tidak bisa memastikan. Sedang terhadap virusnya sendiripun manusia masih belum mendapat kesimpulan yang kongkrit bagaimana penularannya, apa kelemahannya, mematikan tidaknya, bahkan dari mana virus ini bermuasal. Semuanya masih serba mungkin. Masih dalam tahap dipelajari oleh manusia.

Kalaupun misalnya muncul himbauan atau perintah dari pemerintah suatu daerah di mana kita bertempat sekarang ini untuk tetap tinggal di rumah, menganjurkan massa tidak berkumpul, bahkan melarang berkumpulnya massa, tidak semestinya kita berkecil hati. Kita harus mengikutinya. Harus diartikan sebagai upaya mereka untuk menjalankan tanggung jawab memelihara kemashlahatan dan keamanan warganya.

Allah menyelamatkan Ashabul Kahfi juga dengan cara melockdown mereka sampai 309 tahun. Allah menyembunyikan mereka di dalam gua yang semua orang menyangka itu adalah sarang anjing sehingga tidak ada yang memasukinya, sebab di mulut gua itu terjuntai dua kaki anjing Qithmir atau Raqim.

Namun yang menjadi ‘gerundelan’ hati saya, rupanya juga menjadi pikiran Mbah Nun juga. Pada saat pandemic begini apakah negara hadir? Apakah negara bergerak cepat mengamankan rakyatnya? Bukan hanya mengamankan supaya tidak berkumpul dan keluar rumah, tetapi juga mengamankan rakyatnya dari ancaman krisis ekonomi yang mengancam pasca pandemic. Dan yang terpenting apakah pada situasi genting seperti ini ada bukti nyata bahwa Tuhan dilibatkan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan itu semua?

Dahulu kala, ketika negara ini sedang mengalami prahara politik, rajin sekali rakyatnya menggelar istighotsah-istighotsah, meminta pertolonga Tuhan untuk menyelamatkan negara ini. Apalagi kalua menjelang pergantian kekuasaan, pihak-pihak yang berkepentingan dengan kursi kekuasaan akan rajin bersilaturahmi dan juga meminta wirid-wirid dari para ulama, kyai, dan habib. Namun untuk pageblug Covid-19 yang satu ini serasa Tuhan ditepikan, sepi. Tidak ada kyai yang mengijazahi doa-doa khusus untuk dibaca supaya segera turun pertolongan Tuhan.

Saya memohon kepada Jamaah Maiyah untuk berkenan menghimpun data dan meneliti seberapa banyak Tuhan ada di alam pikiran semua pihak yang kini sedang suntuk mengantisipasi pandemic Covid-19. Apakah Tuhan ada dalam perspektif berpikir mereka, disebut dalam pernyataan-pernyataan mereka, atau disadari bahwa tidak mustahil salah satu pemeran di balik kasus Corona ini adalah Tuhan sendiri. (Muhasabah Corona, halaman 6).

Oleh karenanya melalui buku Lockdown 309 Tahun ini Mbah Nun mengajak kita untuk mengendalikan diri kita. Untuk memberi jarak antara diri kita dengan kehidupan dunia. Agar tidak muncul sikap yang takabur. Karena sangat tipis batas antara tawakal dengan takabur. Senantiasa Mbah Nun mengajak kita banyak-banyak beristighfar. Bahkan di dalam suasana karantina Covid-19 ini tiba-tiba Mbah Nun terngiang-ngiang dengan Sholawat Ashlighid. Semoga kita semua diselamatkan dari perbuatan orang-orang yang dholim.

Lockdown kita ini diawali dengan kesadaran bahwa Tuhan bisa saja menjadi penyebab turunnya wabah, karena tiada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan, barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Seluruh Jamaah Maiyah wajib mengikuti himbauan untuk melakukan ikhtiar medis jasadiyah selama 14 hari minimal. Lalu selalu berusaha dalam jiwa istighfar. Mbah Nun memberikan panduan untuk melakukan wirid setiap habis sholat fardhu, setiap habis sholat tahajud, maupun setiap langkah kita senantiasa berdzikir.

Lanjutkan menerima ini semua dengan sabar. Sabar seperti yang dicontohkan oleh Nabi Ayyub. Atau sabar yang dicontohkan oleh Nabi Sulaiman. Keduanya sama-sama pernah terkena musibah, dan keduanya bersabar. Sampai ketika nantinya musibah ini benar-benar telah diangkat Tuhan dari negeri kita, maka hendaknya juga mengingat Allah. Bukan hasil upaya manusia sendiri, an sich.

……………….. Seribu kali coronavirus pun, “yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”(An Nisa)  “Qala Rabbuka huwa ‘alayya hayyinun.” Berkata Tuhanmu: yang demikian itu mudah bagi-Ku. Termasuk membersihkan dunia dari Corona. (Saldo Spiritual Rakyat Indonesia, halaman 236).@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar