Sabtu, 17 September 2016

KETIKA RADEN SUMANTRI BERKHIANAT

Raden Sumantri adalah seorang kesatria, wajahnya tampan, sakti dengan senjata pemusnah angkara murka, panah Cakrabaskara. Raden Sumantri seorang kesatria, namun ia memiliki seorang adik yang buruk rupa bernama Sukrosono. Meskipun Sukrosono seorang bajang cebol, tapi dalam hal kesaktian tidak kalah dengan Raden Sumantri. Hanya karena buruk rupanyalah Sukrosono tidak diijinkan mengikuti kakaknya mengabdi kepada Prabu Harjuno Sosrobahu di Maespati.

Berbekal paras yang menawan dan kesaktian panah Cakrabaskara dengan ditambah sedikit kepandaian diplomasi tentunya bukan hal yang sulit bagi Raden Sumantri untuk bisa diterima oleh Prabu Harjuno Sosrobahu mengabdi kepadanya. Bahkan akhirnya Raden Sumantri bisa bergelar Patih Suwondo di kerajaan Maespati.


Di belakang semua kelebihan yang dimilikinya, Raden Sumantri memiliki bakat untuk berkhianat. Pengkhianatan pertama yang dilakukannya yaitu ketika Prabu Harjuno Sosrobahu mengutus Raden Sumantri untuk mengikuti sayembara guna mendapatkan putri negeri Magada yang bernama Dewi Citrawati. Setelah putri berhasil dimenangkan, alih-alih diserahkan kepada rajanya, Raden Sumantri malah berkeinginan mengambil putri Dewi Citrawati untuk dirinya sendiri.

Akibat pengkhianatannya ini Sang Parbu murka lalu berubah menjadi raksasa. Raden Sumantri menyerah setelah diinjak oleh raksasa penjelmaan Prabu Harjuno Sosrobahu ini. Asalkan diampuni, ia bersedia menerima hukuman apapun. Lalu Prabu Harjuno Sosrobahu memberikan hukuman yang sangat berat. Ia harus muter taman (memboyong taman Sriwedari) dari negeri Magada ke Maespati.

Di tengah kebingungannya ini muncullah Sukrosono yang sakti menyusul kakaknya ke Maespati. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Siapa lagi yang bisa memindahkan taman Sriwedari kalau bukan Sukrosono adiknya yang bajang cebol tapi sakti mandaraguna. Maka dengan segenap kesaktiannya, Sukrosono berhasil memindahkan taman Sriwedari ke Maespati. Tugas berhasil dan Raden Sumantri lolos dari hukuman Prabu Harjuno Sosrobahu. Raden Sumantri diterima mengabdi lagi di Maespati.

Karena merasa berjasa kepada kakaknya, maka Sukrosono pun meminta kepada kakaknya untuk ikut suwita (mengabdi) kepada Prabu Harjuno Sosrobahu. Raden Sumantri mengabulkan tapi dengan syarat Sukrosono tidak boleh muncul di muka umum. Hati Sukrosono riang gembira, sampai akhirnya tanpa sengaja berpapasan dengan Dewi Citrawati di taman Sriwedari. Kontan saja Sang Dewi berteriak demi melihat bajang cebol di taman.

Raden Sumantri bertindak cepat mengatasi keadaan. Pengkhianatan kedua dilakukannya. Panah Cakrabaskara ditarik dan diarahkan ke Sukrosono. Disuruhnya adiknya itu pergi. Sukrosono tidak mengerti mengapa ia harus pergi. Ia merasa telah berjasa. Adakah suwita-nya ditolak hanya karena parasnya yang berbeda dengan kakaknya?

Sukrosono masih belum beringsut. Raden Sumantri tampak semakin serius dengan ancamannya menyuruh Sukrosono pergi. Sukorosono menolak! Pergi! Tidak! Anak panah yang seharusnya diarahkan kepada musuh-musuhnya, kali ini mengarah kepada adiknya sendiri. Sukrosono tetap tak bergeming.

Akibat kegundahan antara rasa malu dan ambisinya yang tinggi, pelan-pelan jari-jari Raden Sumantri tanpa sadar mulai mengendur. Lalu anak panah mrucut mengenai Sukrosono tepat di dadanya. Sukrosono yang sakti mandaraguna tewas dengan cara yang malang. Isak tangis Raden Sumantri tidak mengembalikan adiknya hidup seperti semula...@

Sukrosono bisa jadi siapa saja. Bisa orang tua kita, bisa istri-istri kita, bisa anak-anak kita. Sukrosono adalah perasaan yang membebani langkah mencapai kesuksesan. Logikanya tentu mudah, faktor-faktor penghambat disingkirkan atau diganti. Kalau orang tua, ya ditinggalkan saja macam Si Malin Kundang. Kalau istri, ya ganti istri yang baru lagi. Kalau anak, ya tinggal dititipkan ke orang tua atau saudara. Tapi etika dan moral bisa jadi berkata sebaliknya. Kemanusiaan tetaplah kemanusiaan. Rejeki bisa dicari, bahkan tidak dibawa mati. Tetapi barokah dan keridhoan Allah tidak bisa dicuri. Hanya akan datang kepada jiwa-jiwa yang tenang. Seperti Sukrosono yang telah mendahului kita mencapai alam penuh ketenangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar