Jumat, 08 Mei 2020

CERITA PAGEBLUG INI


Amarah Nyai Calonarang tidak tertahankan demi mendengar putrinya Ratna Manggali ditolak oleh orang-orang desa Girah. Tidak seorang pemuda pun dari desa Girah yang bersedia melamar putri satu-satunya itu. Ini suatu pelecehan. Dan ini tidak bisa dibiarkan!

Maka Nyai Calonarang mulai merapal mantranya, mengirim kutukan ke desa:

“Teluuhhh…! Mlayuo ngalor – ngetan – ngidul – ngulon…! Biar mereka tahu siapa yang berkuasa di sini?!”

Sejak itu pageblug mulai melanda desa Girah, hingga jauh sampai ke seluruh negeri Daha….


***

Aku meringkuk dan makin merapatkan diri ke tubuh Mak.

“Aku takut, Mak…”

“Bagaimana kalau pageblug Nyai Calonarang sampai kemari, Mak?”

“Tidak akan Lup. Tidak ada pageblug yang pernah sampai ke sini. Pageblug bisa saja melanda desa-desa lain, tapi yang sampai di desa kita hanya sebatas ceritanya saja.”

“Tenanglah Lup… tidur saja…”

“Tapi apa benar pageblug tidak pernah sampai ke desa kita, Mak?”

“Benar.”

“Bahkan suatu saat, ketika suasana negeri menjadi kacau dan banyak orang berbaju merah yang dibunuhi, itupun tidak sampai di desa kita Lup. Tidak ada pembunuhan di desa ini.”

“Benarkah? Yang lain lagi ada, Mak?”

“Banyak, Lup. Ketika itu Kiai Sepuh hendak lengser, suasana negeri juga kacau, banyak orang tidak bisa makan. Itupun tidak sampai ke sini, Lup. Kita tetap bisa makan singkong dan minum air putih seperti biasanya.”

“Bahkan setelah Kiai Sepuh lengser, banyak mahasiswa ditembaki dan toko-toko dijarah, itupun tidak sampai ke sini, Lup.”

“Benar ya, Mak?”

“Benar, Lup.”

“Terus, siapa yang bisa mengalahkan teluh Nyai Calonarang, Mak? Apa semua penduduk desa akhirnya mati?”

“Ada, Lup…. Ada!”

Tersebutlah seorang Empu Baradah yang sakti yang bersedia menandingi Nyai Calonarang dengan teluhnya. Ditantangnya Nyai Calonarang keluar dari rumahnya. Nyai Calonarang berang. Dia terima tantangan sang Empu.

Sejatinya kesaktian Empu Baradah masih di bawah kesaktian Nyai Calonarang. Namun Empu percaya dengan niat tulusnya dan kebersihan hatinya yang akan sanggup mengalahkan teluh lawannya. Diam-diam Empu Baradah menyimpan sebuah cermin kecil di dalam jubah putihnya. 

Ketika Nyai melemparkan teluh ke arah Empu Baradah, dia berkelit dan secepat kilat mengeluarkan cermin kecil untuk menangkis serangan Nyai. Terlihat cahaya biru memantul dari balik jubah Empu Baradah deras mengarah ke tubuh Nyai. Dan Nyai Calonarang pun jatuh terhempas ke tanah. Pageblug pun sirna, seketika sirna pula Nyai Calonarang….

***

Cogito ergo sum. Aku berpikir maka aku ada. Dua orang mahasiswa yang suka berpikir kritis sedang sibuk membahas menurut cara pandang mereka sendiri. Maka berdebatlah mereka sepanjang malam mengenai tragedy kemanusiaan kali ini apakah kutukan Tuhan ataukah wabah yang akan sirna dengan sendirinya. Seperti yang lalu-lalu. Sebentar lagi juga akan ditemukan vaksinnya, obatnya, dan seterusnya. Sebagaimana strategi bisnis pada umumnya.

Kali ini situasinya berbeda. Pageblug ini punya nama Covid-19. Orang lain menyebutnya juga sebagai SARS N-COV2. Apapun namanya itu, tapi sepak terjangnya sangat dahsyat. Hanya dalam kurun waktu 3 bulan, hampir seluruh belahan dunia terimbas virus ini.

“Aku tidak setuju, Lup. Ini bukan wabah seperti kebanyakannya. Bukan AIDS yang bisa dihindari asalkan tidak melakukan hubungan seksual atau bertukar jarum suntik. Pengidap HIV saja masih bisa tinggal serumah dengan anggota keluarganya yang lain. Ini beda, Lup. Kalian tidak bisa bertemu dengan keluarga kalian sekali terkena kutukan ini.”

Yang diajak bicara mengangguk-angguk antara berpikir dan menikmati rokok kreteknya.
Tarjo melanjutkan: “Kalau menurutku Lup, kita sekarang sedang berada dalam masa hukuman. Tuhan menghukum kita karena dosa-dosa yang terlanjur berkarat dan membuat bopeng di mana-mana. Ingatkah dirimu ketika manusia dihukum dalam kisah Perahu Nuh karena menyangsikan kekuasaan Tuhan. Atau manusia dijungkirbalikkan ke dalam bumi bersama hasrat homoseksualitasnya.”

Dikisahkan karena perasaan kecewanya yang sudah tak tertahankan, Nuh berdoa kepada Tuhannya agar menimpakan kutukan kepada kaumnya yang kafir dan menolak beriman kepada Tuhannya. Doa Nuh dikabulkan dan diwahyukan kepadanya bahwa tidak seorang pun akan selamat, kecuali orang-orang yang mengikutinya dan menyuruh Nuh agar tidak merasa sedih dengan pendustaan orang-orang kafir terhadapnya karena Dia akan menenggelamkan mereka semua. Lalu Tuhannya memerintahkan Nuh membuat kapal dan memberitahukan kepadanya bahwa dirinya akan dijaga dan dipelihara serta dilarangnya untuk mendoakan orang-orang kafir dengan keselamatan selama mereka tetap berada dalam kekafiran.

Atau ketika Sodom dan Gomorah ditelan ke dalam bumi. Dikarenakan oleh dosa-dosa besar seksual yang tak terampuni, yang menjatuhkan mereka ke dalam kemusnahan akibat murka Tuhan kepada penduduk Sodom dan Gomorah. Penduduk Sodom dan Gomorah dihujani dengan hujan belerang dan api dari atas. Lalu dijungkirbalikkan kota-kota itu dan penduduk kota-kota serta tumbuh-tumbuhan yang ada di dalamnya. Selamanya mereka terkubur di dalam bumi. Wabahnya. Begitu pula manusianya.”

“Kita benar-benar sedang menghadapinya, Lup. Hukuman Tuhan tepat di mata kita. Penyebarannya cepat dan tak ada obatnya. Penambahan penderita baru di atas 1000 per minggunya dan penambahan jumlah meninggal di atas 100 per minggunya. Seperti kisah-kisah musnahnya peradaban. Kisah peradaban manusia sekarang sedang menyusul cerita Dinosaurus yang musnah 65 juta tahun yang lalu.”

“Tidak mungkin, Jo. Tidak semudah itu kita punah,” sela yang satunya tiba-tiba.

“Apa maksudmu?”

“Lihatlah… aku masih punya masker selampek ini yang akan menyelamatkan paru-paruku dari Pneumonia Wuhan ini.”

Mereka berdua tertawa…

***

Sudah menjadi kebiasaan orang-orang di desa P kota P propinsi P apabila ada masalah akan bertanya kepada seorang Kiai. Kiai bukan hanya dipandang sebagai guru agama, tetapi juga alternative pengobatan, bahkan sampai konsultasi permasalahan suami-istri.

“Jadi harusnya kami ini bagaimana Pak Kiai? Tadinya kami pikir pageblug ini hanya ada di negoro Chino. Lah jebul nular sampai Amerika, kan jauh itu Pak Kiai?” tanya salah satu orang yang hadir.
“Saya saja sampai ndak bisa lihat Liga Enggres, Liga Italy, Liga Spanyol…” timpal yang lainnya.

Pak Kiai berdehem di balik masker merek Sensi yang masih sempat dibelinya sebelum dinyatakan langka dan maharnya jadi selangit. Lalu beliau melanjutkan:

“Terus terang saya sendiri tidak mengerti masalah Corona ini. Kalau kalian tanya halal-haram saya lebih mafhum. Tapi kok kalian tanyanya bab yang saya tidak mengerti. Tapi karena kalian sudah terlanjur datang ke sini dan pastinya tidak mau pulang dengan tangan kosong, maka saya akan bercerita saja.”

Maka mulailah Pak Kiai bercerita.

“Andaikan saya disuruh jadi tokoh wayang, maka tentunya saya akan memilih menjadi Batara Kresna. Karena dia memiliki senjata sakti yang bernama Kaca Lopian. Dari situ saya bisa melihat kalau si A terkena virus, si B harus segera ditolong, atau si C sehat-sehat saja. Tapi kok sayangnya saya tidak punya kaca Lopian. Dan alat yang bisa seperti kaca Lopian itu kok belum diciptakan.

Maka akhirnya saya lebih memilih menggunakan akal saya saja. Dalam cerita-cerita mitos yang menceritakan pageblug selalu dimulai dari motif. Nyai Calonarang motifnya dendam karena anaknya menjadi perawan tua. Wabah Anthrax motifnya adalah untuk menang perang. Begitu juga virus Ebola tujuannya untuk perang di Afrika. Tapi Corona ini motifnya apa? Belum ada yang membuka tabir mengenai motif sampai saat ini. Ibarat Empu Baradah hendak menang perang melawan Nyai Calonarang, beliau mengutus Empu Bahula terlebih dahulu untuk pura-pura menikahi Ratna Manggali lalu mencuri buku sihir Nyai Calonarang.

Siapa yang mampu mencuri buku sihir Covid-19 sekarang ini? Supaya bisa membuat ramuan penangkal pageblug yang melanda seluruh dunia. Pendiri Microsoft pernah melakukan penelitian dan katanya meskipun teknologi telah maju tapi ternyata tidak membawa perubahan terhadap sikap manusia dalam menghadapi wabah apabila terjadi. Dan apabila wabah global benar-benar terjadi maka kemungkinan bisa menelan korban global hingga 30 juta jiwa dalam 6 bulan. Hidup manusia benar-benar berada dalam putaran lotere. Percaya tidak percaya, tetangga dekat rumah kita sudah menjadi korban. Sudah bukan berita katanya-katanya, jare-jare, lagi. Wabah sudah berada di depan mata.”

Yang hadir mulai ketar-ketir dan keringat dingin.

“Ya jangan terus kayak orang tidak punya agama gitu…” sindir Pak Kiai ke orang yang wajahnya mulai pucat.

“Pokoknya ikuti saja instruksi pemerintah. Apabila pemerintah di mana kalian berada menganjurkan agar massa tidak berkumpul, bahkan melarang berkumpulnya massa, harus diartikan sebagai upaya mereka untuk menjalankan tanggung jawab memelihara kemashlahatan dan keamanan warganya.
Seluruh jamaah wajib menghormatinya dan mendukung pelaksanaan rasa aman publik. Sambil tetap melaksanakan ibadah di tempat tinggalnya masing-masing.”

“Kalau biasanya Romadhon menyuruh kita untuk berjarak dengan dunia sejenak, maka seharusnya kita tidak asing lagi dengan urusan berjarak. Mungkin kali ini harus lebih berjarak dengan dunia selama Romadhon. Ngaji Qurannya lebih temen. Tarowehnya lebih temen. Banyak berdoa upaya dijauhkan dari bala dan mara bahaya.

Karena doanya kita dengan Tuhan bisa lebih intens. Kalau doanya kepada manusia masih banyak kepentingannya, ada pikiran bisnis, pikiran politik ataupun investasi asing. Anggap kita sedang mengistirahatkan hidup untuk dunia, sejenak menggantinya dengan intensitas kepada Tuhan. Tentunya ini bukan langkah pasif. Karena kalaupun gagal, Tuhan pasti mempertimbangkan ikhtiar kita. Semuanya hanya ikhtiar.”

"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya, yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (al-Hadiid: 22)

Pak Kiai menutup ceritanya. Lalu membuat coretan kecil di kertas putih di hadapannya:

Diam adalah bergerak, bergerak adalah diam. Panta Rei. Heraclitus. Yunani.@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar