Suatu ketika ada cerita tentang seorang kiai di daerah pesisir
utara di Jawa Tengah. Ceritanya para santri beliau bermaksud memberikan hadiah
kepada kiai, sebuah masjid yang layak di pondok pesantrennya. Segala upaya
dilakukan oleh para santri, termasuk meminta sumbangan di pinggir jalan. Sampai
akhirnya masjid bisa berdiri gagah sesuai bayangan para santri.
Namun tiba-tiba suatu hari ada beberapa orang pemilik toko
material datang ke pondok menemui kiai guna menagih tunggakan pembayaran
material. Kontan saja kiai kaget karena merasa tidak pernah berhutang kepada
pemilik material. Usut punya usul ternyata para santri meskipun uang sumbangan
belum mencukupi, mereka nekat saja mengambil material ke toko material sekitar
pondok.
Kiai pusing dengan kelakuan santri-santrinya ini. Niatnya sih
baik, tapi buntutnya kiai juga yang harus melunasi utang-utangnya.
Di depan para pemilik material toko material kiai berkata
dengan kalem:
“Oh… begitu permasalahannya?”
“Betul kiai. Kiai harus bayar karena ini sudah lama sekali. Dan
kami lihat masjid sudah berdiri.”
“Tunggu sebentar. Nanti saya bayar. Saya ke dalam dulu,”
ujar kiai.
Padahal sebenarnya kiai bingung, tidak punya uang untuk
membayar tunggakan material.
Di dalam rumah kiai berdoa sambil menangis:
“Ya Allah… kami sudah membangun rumahmu untuk umatmu di
sini, tapi ternyata di depan sana ada orang-orang yang menagih hutang kepadaku.
Aku tidak punya uang ya Allah… tapi kalau sampai tidak dilunasi aku sungguh
malu. Sungguh-sungguh malu di depan orang-orang itu. Apakah Engkau tidak malu
ya Allah? Kalau Engkau malu, berilah pertolongan kepada hambamu ini… tolonglah
aku ya Allah….”
Tiba-tiba sebuah mobil SUV masuk ke dalam halaman pondok. Penumpangnya
seorang jenderal dari Jakarta. Turun dari mobil, jenderal langsung masuk ke
dalam rumah kiai.
Serunya: “Kiai ini gimana sih?
“Gimana apanya?” tanya kiai tidak paham kalimat sang
jenderal.
“Saya dengar kiai mbangun masjid baru? Kenapa tidak
bilang-bilang saya? Saya kan mau nyumbang juga, kiai.”
“Alhamdulillah… kalau jenderal beneran mau nyumbang, tolong
bayarin orang-orang di ruang depan sana itu…”
***
Illustrasi di atas adalah salah satu contoh dimana Allah
memberikan pertolongan dari arah yang tiada disangka-sangka yang pernah saya
dengar dari orang-orang alim. Namun bukan mustahil hal tersebut terjadi pada
diri kita. Asal kita tahu resep-resepnya. Melalui bukunya yang berjudul “Cara
Berpikir Suprarasional. Menyelesaikan Masalah dan Mendapatkan Rezeki dari Jalan
yang Tak Terduga”, Raden Ridwan Hasan Saputra menawarkan solusi
rasional dalam mengatasi masalah dalam kehidupan. Lari dari masalah dalam hidup
adalah mustahil, namun bagaimana mengatasinya dengan mudah? Itu yang ingin
disampaikan oleh pengarangnya dalam buku ini.
Pertolongan Allah dari arah yang tidak disangka-sangka
tidaklah mustahil asalkan manusia rajin memupuk “Tabungan Gaib”. Tabungan gaib
yang dimaksud adalah tabungan pahala yang dilakukan dengan bekerja secara
ikhlas. Bekerja kepada Allah dan menolong manusia lain dengan ikhlas.
Tabungan uang adalah tabungan yang berasal dari pekerjaan
sehari-hari dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan kebutuhan itu
sendiri cenderung tidak terbatas, sehingga banyak manusia merasa kekurangan
dalam hidupnya. Untuk mengatasi kebutuhan yang tidak terbatas itu, manusia
harus menambah pahala untuk mengisi pundi-pundi Tabungan Gaib. Beribadah kepada
Allah dan tolong-menolong sesama manusia adalah kuncinya.
Ridwan Hasan menggambarkan kebutuhan manusia itu dalam
luasan segitiga berwarna hitam. Sedangkan untuk tabungan gaib, digambarkan
sebagai luasan segitiga berwarna biru, dimana sumbu Y nya adalah pahala dari
Allah dan sumbu X nya adalah kebaikan kepada sesama manusia. Apabila manusia
ingin memperluas bidang biru, maka dia bisa meningkatkan baik sumbu X maupun
sumbu Y secara bersamaan ataupun satu-satu tergantung peluang yang sedang
dihadapi. Hanya manusia yang memiliki bidang biru yang lebih luas dari bidang
hitam saja yang akan merasa bahagia hidupnya.
Sudahkah anda bahagia? Segera periksa bidang segitiga biru
anda….@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar