Sabtu, 27 Juni 2015

HIDUPNYA MAKJU (Bagian 3)

Yang kuingat dulu warung nasi Makju bukanlah warung yang ramai sekali dikunjungi pembeli. Tapi juga tidak bisa dibilang sepi. Meski cuma satu-satu pasti ada yang makan di warungnya setiap saat. Pelanggannya ada kusir dokar, tukang becak, tukang jam, sampai makelar batik. Dari sekian banyak pelanggannya paling banyak adalah kusir dokar. Satu yang paling kuingat yaitu Slimin Sleketep. Dialah yang paling ganteng diantara kusir dokar lainnya. Setidaknya menurutku demikian.

Waktu itu Makju sudah lama meninggalkan warungnya. Dia sudah tidak mampu lagi berdagang karena stroke yang dideritanya. Akhirnya Makju harus beristirahat total dan warungnya dilanjutkan oleh anak perempuan satu-satunya. Pelanggan yang sama masih setia berkunjung ke warung Makju yang dilanjutkan anak perempuannya. Hingga suatu ketika Slimin Sleketep mengadakan hajatan sunatan anaknya. Sebagai tanda persahabatan sesama kolega bisnis di pasar, Slimin Sleketep mengirimkan nasi berkat hajatan buat Makju. Tanpa disangka-sangka Makju malah histeris menerima bingkisan yang tiada pernah disangka-sangkanya. Meski Makju telah meninggalkan pasar selama beberapa tahun ternyata masih ada yang mengingatnya. Konon setelah peristiwa itu Makju menjadi syok dan akhirnya meninggal dunia. Setidaknya begitulah berita yang saya terima beberapa waktu setelah itu.

Kini warung itu sudah berganti rupa menjadi kios handphone. Bahkan kabarnya anak perempuan Makju sudah meninggal akibat gagal ginjal. Akhirnya warung itu sudah beberapa tahun terakhir disewakan ke orang lain untuk kios handphone dan pulsa. Dan kabarnya lagi, sebentar lagi kios pulsapun akan menghilang. Tanah peninggalan Makju dan saudaranya itu habis dibagi-bagikan ahli warisnya. Mungkin lebaran ini akan menjadi momen terakhir untuk melihat warung yang menjadi legenda bersama Makju itu. Setelah itu entah menjadi apa lagi kita belum tahu.

Kesederhanaan Makju sangat sulit ditiru dan diteladani. Bahkan bagi keturunannya sekalipun masih tetap dirasakan sulit. Satu per satu memorabilia Makju menghilang. Kawan-kawannya yang mungkin bisa menjadi saksi kesahajaannya pun sudah menyusul satu per satu. Dhe Wahid makelar batik meninggal karena jantung. Slimin Sleketep juga sudah meninggal. Lik Harwi, tukang giling batik, juga sudah meninggal. Tukang jam depan warung juga meninggal beberapa bulan yang lalu. Mungkin tinggal Lik Compreng penjaga titipan sepeda yang masih hidup. Tapi Lik Compreng pun sudah pensiun digantikan anaknya.

Setiap yang datang pastinya akan pergi. Tapi dalam persinggahan yang singkat itu bisakah kita meninggalkan arti bagi kehidupan sekitarnya? Mudah-mudahan lebaran nanti aku bisa singgah ke kubur Makju untuk mengirimkan barang satu surat Al Fatikhah untuknya. Amin.@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar