Rabu, 16 Januari 2013

HENNUCH, MOMO DAN AKU

Adalah Hennuch, Momo, dan aku. Pada waktu itu belum ada satupun stasiun radio FM di kotaku. Semua radio masih memancarkan siaran mereka dalam gelombang AM. Hingga suatu hari Hennuch punya ide membuat pemancar radio FM. Awalnya hanya sebuah pemancar kecil dengan radius siaran 1 kilometer saja.  Namun tak lama kemudian dia berhasil mendapatkan pemancar yang memiliki daya jangkau hingga 10 kilometer. Kami menamainya Radio Maona (mengikuti cerber Arswendo di majalah Hai waktu itu).


Sejak saat itu Hennuch mulai mengajak Momo dan aku bergiliran atau bersama-sama melakukan siaran. Idenya waktu itu jangan sampai terlalu banyak siaran kosong. Sebanyak mungkin Radio Maona ini harus terus mengudara. Biasanya aku baru bergabung siaran selepas sholat maghrib atau hari minggu pagi. Waktu-waktu yang lain biasanya diisi oleh mereka berdua. Kami sangat menikmati masa-masa itu. Karena pada dasarnya kami mendalami elektronika. Beberapa kali kami mencoba membuat remix lagu dengan menggunakan keyboard yang lagi-lagi punya Hennuch.

Setelah sekian lama menikmati asyiknya ngulik stasiun radio, mulai muncul keinginan di hati kami untuk membuat stasiun radio FM yang resmi. Namun apa daya, untuk saat ini kami tidak memiliki uang sepeser pun untuk mewujudkan impian kami. Akhirnya kami sepakat untuk membuat perjanjian. Kami bertiga berjanji pada suatu ketika ketika kami sudah menjadi orang-orang sukses di perantauan, kami akan kembali ke kota kelahiran kami ini untuk mendirikan stasiun radio FM bersama-sama. Lantas kami berpisah selepas SMA untuk menempuh pendidikan lebih tinggi yang jauh dari rumah kelahiran.

Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Selama itu kami tidak pernah berhubungan lagi. Kami sudah lupa dengan janji kami dulu. Dan kalau mau jujur, kami sepertinya sudah tidak berminat melakukan apa yang dulu kami janjikan. Aku tidak tahu Hennuch ada di mana. Aku juga tidak tahu Momo ada di mana. Aku tenggelam dalam profesiku sehari-hari. Aku begitu menikmati kehidupanku yang sekarang. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk berlibur melepas penat ke kampung halaman....

***

Suasana di minimarket itu begitu gaduhnya. Anakku pun berlari kesana-kemari memilih jajanan kesukaannya sendiri. Lumayan juga omzet minimarket seperti ini di kotaku yang kecil begini, batinku. Tiba-tiba mataku tertumbuk pada sosok putih tinggi berambut hitam kebotak-botakan. Sepertinya aku mengenalnya, tapi aku takut salah orang. Badannya yang dulu tegap, sekarang agak membungkuk. Kantung matanya sudah agak menggantung. Gerak-geriknya serupa orang tua setengah pikun. Pelan-pelan aku mendekatinya. Hanya satu yang masih mengingatkanku padanya yang dulu, masih suka pakai celana pendek. 

"Momo...ya?!" Kutepuk pundaknya.
"Iya lah", jawabnya.
"Tadi aku pikir kamu, tapi aku takut salah orang, jadi aku tidak berani langsung negur", aku beralasan.
"Dari tadi aku tahu kalau itu kamu," ujarnya singkat. 
"Tapi aku harus pergi. Urusanku sudah selesai di sini."
Momo ngeloyor pergi keluar dari minimarket.
"Hah...?!" Aku bengong.
Cuma begitu saja...?@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar