Minggu, 11 September 2011

KISAH SEORANG BERNAMA ZUHUD

Nama lengkapnya Muhammad Zuhud. Sejalan dengan namanya Zuhud yang berarti orang yang menjauhi duniawi dan hanya mengingat kepada Tuhan semata, rasanya bukan kebetulan kalau Zuhud yang satu ini kemudian menempuh pendidikan agama dan menjadi guru agama di salah satu sekolah lanjutan pertama di kotaku. Satu yang paling aku ingat tentang gesture Zuhud adalah dia selalu merem-merem ketika harus memandang ke arah lawan bicaranya kalau kebetulan lawan jenis. Mungkin karena zuhudnya ia tidak ingin terlalu memandang wajah wanita yang bukan muhrimnya. Lengkaplah sudah sifat-sifatnya sesuai dengan namanya.

Meski harus mengayuh sepeda onthel sepanjang lima kilometer setiap hari, Zuhud begitu semangat menjalani profesinya sebagai guru agama. Dari tutur kata dan nasihat-nasihatnya, hanyalah kesederhanaan yang tertinggal sebagai kesan dari lawan bicaranya. Konon Zuhud sangat disukai oleh murid-muridnya karena ia hampir tidak pernah memarahi murid-muridnya sebandel apapun. Yang keluar dari mulutnya hanyalah nasihat santun yang diiringi mimik prihatin di wajahnya menyikapi kekhilafan yang acap dilakukan para muridnya.
Namun sebagaimana firman Tuhan, seseorang tidak akan disebut sudah baik imannya apabila belum diberikan cobaan atas dirinya. Suatu ketika sepulang dari sekolahan setelah mengayuh sepeda sepanjang lima kilometer seperti biasanya, pinggangnya terasa sakit dan pegal. Zuhud pikir ini pasti akibat terlalu keras mengayuh sepeda tadi siang. Lalu siang itu ia memutuskan untuk tidur barang sejenak. Apa mau dikata, setelah tidur rasa sakit itu masih terasa.
Singkat cerita Zuhud akhirnya menyerah pada rasa sakit di pinggangnya. Ia pergi menemui menemui dokter keesokan harinya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Vonis dokter menyatakan kalau dalam ginjalnya mulai ditemukan adanya kristal-kristal. Tak urung vonis seperti itu membuat nyali Zuhud menciut juga. Pada masa itu fasilitas kedokteran di kota kami masih belum semaju sekarang. Jadi batu ginjal termasuk penyakit yang tinggi risikonya.
Tetap dengan senyumnya yang khas Zuhud berkata kepadaku,"Tak ada jalan lain, ya harus rajin minum obat dokter. Jamu-jamuan juga diminum juga. Dan tentu saja air putih yang banyak." Buat sebagian besar masyarakat kami, ruang operasi masih menjadi sesuatu yang harus dihindari sejauh-jauhnya. Hingga tibalah suatu masa ketika Zuhud kembali pulang dari mengayuh sepeda sepanjang lima kilometer dari sekolahan, ia pergi buang air kecil di kamar mandi rumahnya. Sesuatu berbentuk butiran-butiran putih ikut terbawa dalam air kencingnya. "Alhamdulillah...,"serunya. "Akhirnya aku tidak jadi mati."
Lain mendapat musibah, lain waktu justru ia mendapat rejeki. Pada akhirnya Zuhud tidak perlu lagi mengayuh sepeda pulang-pergi sepuluh kilometer lagi. Pihak sekolah memberinya kredit kepemilikan sepeda motor. Dan sudah dapat diduga Zuhud pasti memilih vespa lebih dari model sepeda motor lainnya. Selain memiliki gandok untuk tempat tas dan file, vespa juga terkesan lebih cocok untuk dikendarai oleh seorang guru.
Maka jadilah vespa P150X warna biru tua kinclong terparkir di halaman rumahnya. Zuhud memandanginya dengan puas sekaligus bangga. Namun sayang belum ada nomor polisinya. Zuhud masih belum boleh memakainya ke sekolahan. Sebagai obat kepingin, muter-muter kampung berboncengan dengan anak terasa cukuplah sudah. Kemudian vespa diparkir kembali di halaman. Capek mencoba vespa baru, Zuhud masuk untuk mengambil segelas air putih untuk memulihkan kerongkongannya yang kering. Dan tanpa disadarinya, anak perempuan satu-satunya yang baru berumur lima tahun itu tiba-tiba mencoba menaiki vespa baru kesayangannya. Karena menaiki dari sisi yang salah, vespa jadi tidak stabil dan terguling. Brakkk!
Zuhud tergopoh-gopoh menyongsong vespanya yang terguling, sedang istrinya datang menolong anak perempuannya yang ikut terjatuh.
"Apa yang kamu coba lakukan? Ha?!" Zuhud bersungut-sungut pada anaknya. "Lain kali kalau mau naik ya tunggu bapak. Nanti vespa bapak penyok, bagaimana?"
Anak perempuannya bersembunyi dalam gendongan ibunya. Sedang istrinya hanya diam saja.....
Dua jam setelah kejadian berlalu, istri Zuhud menghampiri suaminya yang duduk berkain sarung palekat cap Gajah Duduk. Istri Zuhud menghela napas membuka percakapan.
"Apa bapak sudah lupa berapa lama kita menunggu anak perempuan kita lahir?" tanya istri Zuhud.
"Memangnya kenapa?"
"Apa penantian kita untuk mendapatkan seorang anak tidak lebih berarti dari sebuah vespa sehingga bapak tega memarahi dia karena menjatuhkan vespa kesayangan bapak?"
Zuhud terdiam.
"Anak itu yang akan mendoakan kita setelah kita mati. Sedang vespa ini hanya mampu mengantar bapak sampai sekolahan saja. Itu kalau bapak tahu......."
Zuhud makin terdiam.
Dan Zuhud menceritakan kembali peristiwa itu kepadaku beberapa waktu kemudian masih dengan gaya merem-merem yang sama. Salam tabik buat Zuhud...!@