Sabtu, 10 September 2011

DASWAN YANG PANTANG MENYERAH


Tidak semua orang tahu nama asli Daswan. Nama sebenarnya adalah Ridwan. Sebuah nama yang bagus sekali. Pastinya diambil dari nama malaikat penjaga surga, Malaikat Ridwan. Mungkin saja harapan orang tuanya kelak Ridwan akan berakhlak yang mendekati akhlak surga. Akhlak surga itu banyak sekali. Dan salah satunya akhlak surga itu adalah rasa tanggung jawab.
Aku tidak begitu ingat kapan terakhir kali Daswan mengenyam pendidikan. Yang jelas kuingat dia adik kelasku waktu di SD, meskipun kami berbeda sekolah. Daswan anaknya periang dan suka membuat humor-humor konyol yang membuat anak-anak lain tertawa dengan tingkahnya. Namun dalam hal pelajaran Daswan bukan anak yang menonjol prestasi akademiknya. Malahan boleh dibilang dia itu langganan ranking sepuluh besar dari bawah.

Daswan sebenarnya dilahirkan dari keluarga yang biasa-biasa saja. Tetapi Daswan seolah-olah menjadi anak kesayangan dari Pak Lurah. Hampir tiap minggu Pak Lurah mengajak Daswan pergi ke pantai. Bukan untuk berpiknik, melainkan untuk mengobati gatal-gatal di kulit Daswan. Kulit Daswan memang ada penyakit kulit bawaan yang sulit sembuhnya. Dan menurut kepercayaan masyarakat kampung kami, segala penyakit kulit disembuhkan dengan rajin mandi di pantai laut utara.
Lalu setelah itu beberapa waktu aku tidak pernah mendengar kisah tentang Daswan karena aku pergi beberapa waktu dari kampungku. Hanya saja aku pernah mendengar kalau suatu ketika Daswan pernah ikut lomba mirip Ozzy Syahputra yang diselenggarakan oleh salah satu Pusat Perbelanjaan di kota kami.
Tak lama setelah itu konon bisnis jajanan anak-anak yang menyerupai lotere di kampung kami tumbuh marak. Hampir setiap gang memproduksi jajanan anak seperti itu. Jajanannya berupa permen yang dibungkus dengan plastik kecil-kecil kemudian di dalamnya diselipi gulungan kertas putih yang mirip kocokan arisan. Di dalamnya tertulis nomor untuk hadiah yang diloterekan. Kalau beruntung bisa dapat pistol-pistolan, kartu gambar, atau paling sial tidak dapat apa-apa kecuali permen itu sendiri.
Ada dua orang bos jajanan lotere yang paling terkenal di kampungku waktu itu. Yang pertama Belod dan yang kedua Daswan itu sendiri. Bahkan dari jajanan lotere anak-anak itu mereka berhasil membangun rumah yang layak untuk orang tuanya. Dan yang paling penting, mereka tidak menikmati keuntungan itu sendirian. Lotere yang mereka bikin disubkon lagi ke orang-orang lain di kampung. Jadilah ibu-ibu dan anak-anak sekampung punya kesibukan selepas sekolah.
Begitulah yang terekam dalam benak saya sejak lima belas tahun yang lalu. Sampai akhirnya saya bertemu dengan Daswan lagi sebulan yang lalu. Bagaimana dengan Daswan? Aku bertemu dengannya sudah bukan dengan profesi yang ada dalam kenanganku tentangnya. Dia sekarang menjadi pedagang buku bekas di trotoar jalan. Aku tanya tentang bisnisnya yang lalu. Katanya sudah tamat semuanya. Tidak laku lagi. Tapi kulihat dia happy-happy saja dengan profesi barunya. Bahkan aku dengar dari beberapa orang, sebuah toko buku besar di kotaku selalu menjual majalah dan buku bekasnya kepada Daswan. Atau dengan kata lain Daswan menjadi penadah buku bekas satu-satunya dari toko buku itu.
Malam itu kami berbincang-bincang ringan seputar buku-buku bekas. Mulai dari Nagasasra Sabuk Inten, Api di Bukit Menoreh, sampai Kho Ping Ho. Rupanya buku-buku bacaan klasik tidak pernah sepi dari penggemar. Tapi dengan catatan harga jualnya mesti murah.
Sebelum aku pulang untuk beristirahat malam, Daswan melemparkan satu pertanyaan konyol kepadaku seperti biasanya:
"Tahu enggak apa arti dari Daswan?"
"Enggak tahu.....," jawabku sekenanya.
"Derita seorang waria.....hahahaha......"
Ada-ada saja Daswan ini......@